
Hertha BSC klub Nyonya tua disebut tak begitu banyak yang mengenalnya. Namanya kurang bergema layaknya tim-tim ibukota negara Eropa seperti Real Madrid, PSG atau lainnya.
Hertha BSC atau Hertha Berlin bahkan tak pernah nyantol di level elite dunia si kulit bundar Eropa. Jika dibandingkan dengan klub lain, mereka jauh tertinggal.
Sayangnya, kepopuleran Hertha kian tenggelam dengan kisah heroisme klub satu kota Berlin berstatus pendatang baru di Bundesliga yaitu, Union Berlin.
Kisah Hertha BSC Klub Nyonya Tua dan Jurgen Klinsmann
Di tahun 2019 bulan November, angin optimisme mulai berembus ketika manajemen Hertha membawa pemain legenda dan eks pemain Jerman di Piala Dunia tahun 2006.
Yaitu Jurgen Klinsmann, yang kemudian diminta membekingi tim sebagai pelatih. Klinsmann secara kasat mata menanggung beban ambisi sang manajer yang menginginkan klubnya sejajar dengan klub elite Eropa.
Namun, baru menginjak 76 hari kerja dan melewati 9 laga, Klinsmann ternyata mundur, Hertha-pun mengalami turbulensi.
Minim Support
Klub sepak bola yang disemati sebagai tim biasa saja ini dimulai di kota Berlin. Bermarkas di ibukota negara membuat Hertha nyaris tak memiliki basis penggemar besar.
Ketika kondisi kota terpecah menjadi Berlin timur dan barat pasca Perang Dunia II, menjadikan penggemar yang berposisi di Berlin timur kesulitan menyaksikan laga klub Berlin barat tersebut.
Penduduk Berlin timur dipaksa memiliki identitas hingga fanatisme yang berbeda saat Tembok Berlin dibangun tahun 1961 dan Bundesliga baru menetas di tahun 1963.
Fans sepak bola Berlin Timur lebih fokus dengan rivalitas antara Dynamo Berlin. Klub ini adalah representasi klub dari pemerintah Jerman Timur, dengan Union Berlin, untuk mewakili sisi revolusioner.
Runtuhnya tembok Berlin di tahun 1989 membuat kedua sisi kota akhirnya berbaur kembali. Sayang, hal tersebut tetap tak mampu mengontrol angka fanatisme Hertha BSC klub Nyonya tua.
Para penggemar sudah terlanjur sayang pada klub yang berada di sisi kota berbeda, Hertha yang berada di barat dan Union di timur.
Olympiastadion
Stadion yang telah menjadi markas Hertha Berlin sejak 1963, seolah menjadi saksi bisu besarnya ambisi warga Berlin atas klubnya.
Olympiastadion sendiri memiliki kapasitas hingga 74 ribu penonton atau terbesar ke-3 di Bundesliga, berada di bawah Signal Iduna di Dortmund dan Allianz Arena di Munich.
Akan tetapi, kapasitas ini jarang sekali terisi penuh, kecuali saat Hertha Berlin menjamu Bayern Munich ataupun Borussia Dortmund.
Rata-rata pengunjung Olympiastadion di musim 2018/2019 hanya sekitar 49 ribuan orang. Jika dibandingkan dengan klub Bundesliga lain, stadion ini menempati posisi ketujuh.
Namun, untuk urusan okupansi, perbandingan jumlah penonton dengan kapasitas yang ditampung, Hertha BSC klub Nyonya tua berada di posisi paling bontot. Dengan rata-rata okupansi 66,1 persen.
Angka ini sangat jauh di bawah rata-rata Bundesliga yang mencapai 89,5 persen. Hertha menyadari jika belum dapat mencuri hati warga Berlin yang mencapai 3,7 juta penduduk.
Catatan Prestasi
Didapuk sebagai klub minim dukungan, Hertha ternyata juga hanya mencatatkan namanya di sejumlah laga saja. Diantaranya ialah:
- Dua kali juara Liga Jerman di tahun 1930 dan 1931,
- Hertha Berhasil menjuarai Fußball-Bundesliga di tahun 1990 dan 2011
- Raihan trofi Piala Liga Jerman di tahun 2001 serta 2002
Usai mencatatkan prestasi terbesar mereka memenangkan gelar juara Bundesliga pada 1930 dan 1931, Hertha Berlin tidak lagi terdengar kabarnya.
Kendati demikian bermain di Bundesliga Utama, Hertha BSC klub Nyonya tua cukup bertahan berada di daftar aman dalam klasemen Liga Jerman hampir di setiap musim selama 7 musim terakhir.